Angka Kemiskinan Kota Yogyakarta Harus Terus Ditekan

Angka Kemiskinan Kota Yogyakarta Harus Terus Ditekan

Yogyakarta, suarapasar.com : Angka kemiskinan Kota Yogyakarta pada tahun 2022, sekitar 6,62 persen atau sekitar 29,68 ribu jiwa. Angka tersebut telah mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya sekitar 7,69 persen. Hal ini menunjukan adanya indikasi perbaikan, namun angka kemiskinan harus terus ditekan.

Penjabat Walikota, Singgih Raharjo pada acara FGD Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Yogyakarta Tahun 2023

Hal tersebut disampaikan oleh Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo pada acara FGD Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Yogyakarta Tahun 2023 terkait Progress Penanggulangan Kemiskinan Dan Review Parameter Pendataan Sasaran Penanggulangan Kemiskinan. Acara tersebut dilaksanakan di Ruang Yudistira Balai Kota Yogyakarta, Kamis (16/11/2023).

“Berbagai sumber dana telah digelontorkan Pemerintah Kota Yogyakarta untuk penanggulangan kemiskinan melalui berbagai program. Dilihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Yogyakarta yang tersebar pada 12 perangkat daerah sejumlah 77,65 miliar dan Anggaran Pendapatan serta Belanja Nasional (APBN) sejumlah Ro 123,55 miliar untuk program sembako dan Program Keluarga Harapan (PKH),” ujarnya.

Pihaknya menyebutkan strategi penanggulangan kemiskinan Kota Yogyakarta pada tahun 2023 dengan pengurangan beban pengeluaran masyarakat miskin melalui Bantuan Penerima Iuran JKN (PBI APBD), Jaminan Pendidikan Daerah (JPD), Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bansos Pangan. Program peningkatan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin dengan pelatihan-pelatihan serta kesempatan dan peluang kerja. Selain itu juga dilakukan pengembangan dan menjamin keberlanjutan usaha ekonomi mikro dan kecil melalui pembinaan dan bimbingan teknis UMKM.

“Dalam membuat kebijakan dan melaksanakan program penanggulangan kemiskinan Kota Yogyakarta bersinergi dengan TKPK secara berjenjang, program Gandeng-gendong, forum corporate social responsibility (CSR) dan Forum Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM),” lanjutnya.

Singgih menjelaskan bahwa data sasaran kemiskinan tahun 2023 bersumber dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dirilis Kemensos dan dilakukan verifikasi dan validasi (verval) oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menurutnya, parameter yang digunakan akan berpengaruh terhadap kekuatan data dan sasaran tertentu. Sehingga, review parameter perlu diperbarui sehingga menghasilkan data yang lebih valid dan menggambarkan kondisi riil keluarga miskin.

 

“Data sasaran kemiskinan menjadi penting karena menjadi basis penting dari suatu intervensi dan bahkan menjadi dasar sejak disusunnya perencanaan program penanggulangan kemiskinan, tentu saja data sasaran yang dimaksud harus valid dan terolah dengan baik,” terangnya.

Pada tahun 2024 Kota Yogyakarta mendapat kuota sejumlah  587 Kartu Keluarga Lanjut Usia melalui program Jaminan Sosial Lanjut Usia (JSLU) oleh Pemerintah Daerah DIY. Hal tersebut merupakan program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem berupa pemenuhan kebutuhan pokok lansia dalam bentuk voucher yang bersumber dari Dana Keistimewaan DIY.

“Pemenuhan kebutuhan pokok ini dalam bentuk voucher yang dapat digunakan di toko-toko yang telah ditentukan. Harapannya, agar dapat digunakan dengan bijak,” tambahnya.

Hal senada juga disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta, Agus Tri Haryono bahwa parameter yang telah digunakan sejak satu dekade lalu dirasa sudah tidak tepat pada kondisi saat ini dan mempengaruhi keakuratan data sasaran kemiskinan pada tahun 2023.

“Dorongan dari berbagai pihak untuk dilakukan review parameter menjadi urgensi tersendiri dan beberapa indikator yang dirasa sudah tidak relevan misalnya misalnya pada penggunaan daya listrik 450 KWH, status suami atau istri bekerja serta tingkat pendapatan perkapita. Selain itu juga ada kebutuhan untuk memasukkan indikator lainnya sesuai dengan isu strategis yang berkembang dan pertemuan di lapangan misalnya berkaitan dengan penyandang disabilitas yang dalam parameter sebelumnya belum diakomodir dan penyakit kronis yang tiba-tiba terjadi ini menyebabkan goyahnya kondisi keuangan keluarga,” ungkapnya.

Harapannya, dengan dihasilkan parameter baru ini dapat menjadi acuan dalam pendataan sasaran kemiskinan serta menghasilkan data yang lebih akurat sesuai dengan kondisi keluarga.

“Acuan yang terdiri tujuh aspek yaitu pendapatan dan aset, papan, pangan, sandang, kesehatan, pendidikan dan sosial terdapat beberapa parameter yang disertai dengan bobot skor yang akan dikaji ulang agar lebih relevan,” jelasnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *