FORPI Kota Yogya Soroti 5 Isu Krusial, Dari Sampah, KTR, PPDB, Pasar Tradisional, Hingga Akta Kelahiran Anak
Yogyakarta, suarapasar.com : Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta mencatat setidaknya ada lima isu krusil persoalan dari hasil pemantauan dilapangan maupun aduan masyarakat selama periode tahun 2023.
Anggota FORPI Kota Yogyakarta , Baharudin Kamba menjelaskan persoalan krusial itu yaitu Pertama, persoalan famili lain dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu muncul setiap tahunnya.
“Meskipun secara aturan tidak mempersoalkan namun secara etika moral itu cacat karena berbuat curang. Sehingga siswa yang sebenarnya warga asli Kota Yogyakarta harus tersingkir dan bersekolah di swasta karena kalah jarak maupun nilai dengan siswa yang nunut Kartu Keluarga atau KK,” terang Baharudin Kamba dalam keterangan tertulisnya, Minggu, (7/1/2024).
Forpi berharap tahun 2024 tidak ada lagi temuan persoalan famili lain ini.
“Untuk itu dari awal harus ada verifikasi faktual kependudukan siswa. Jika memang terbukti bukan merupakan penduduk setempat, maka dipersilahkan untuk mencari sekolah yang lainnya. Artinya ada solusi yang ditawarkan tidak ujug-ujug tidak boleh bersekolah di Kota Yogyakarta karena status famili lain,”jelasnya.
Persoalan kedua adalah masalah sampah yang belum sepenuhnya terselesaikan. Desentralisasi pengelolaan sampah pada masing-masing daerah yang ada di DIY belum semuanya bisa dilakukan karena persoalan minimnya lahan seperti di Kota Yogyakarta. Tahun 2024 ini setidaknya pengelolaan TPA Piyungan Bantul dapat dikelola secara swadaya oleh Pemerintah Kota Yogyakarta.
“Bank-bank sampah yang ada di Kota Yogyakarta dapat dihidupkan kembali. Jangan sampai keberadaan bank-bank sampah hanya tinggal plakatnya saja,” tutur Baharudin Kamba.
Selanjutnya adalah persoalan fasilitas publik terutama pada tempat atau kawasan bebas asap rokok atau KTR. Sebut saja kawasan Malioboro merupakan salah satu Kawasan Tanpa Rokok atau KTR, namun dari hasil pemantauan Forpi Kota Yogyakarta masih ditemukan orang yang merokok di kawasan Malioboro tersebut.
“Selain itu masih minimnya fasilitas dan informasi terkait Malioboro sebagai kawasan tanpa rokok,” tambahnya.
Lalu keberadaan pasar tradisional juga harus menjadi perhatian untuk dicarikan solusi berjangka. Seperti pasar Pingit, Jetis, Kota Yogyakarta sejumlah pedagang mengeluhkan sepinya pembeli karena akses untuk masuk ke dalam pasar Pingit yang minim.
“Event-event untuk meramaikan pasar Pingit perlu dilakukan minimal setidaknya untuk orang datang ke pasar Pingit, Jetis, Kota Yogyakarta. Sinergitas antar OPD Dinas Perdagangan dan Dinas Pariwisata serta pihak kewilayahan sangat perlu dilakukan agar pasar Pingit tidak mati suri,” kata Baharudin Kamba lagi.
Terakhir persoalan akta kependudukan anak. Karena berdasar hasil pemantauan Forpi Kota Yogayakarta ke sejumlah sekolah dasar masih ditemukan anak belum memiliki akta lahir dengan alasan yang beragam. Setidaknya ada belasan anak yang belum memiiliki akta lahir.
“Tahun 2024 ini Forpi Kota Yogyakarta berharap zero persoalan anak yang belum memiliki akta lahir. Karena akta lahir anak merupakan hak setiap anak harus memilikinya,” tegasnya.
Forpi Kota Yogyakarta juga mengapresiasi tindakan tegas dari OPD terkait terhadap sejumlah pelanggaran yang terjadi misalnya parkir tidak pada tempatnya dan APK yang dipasang melanggar aturan.