Abdi Dalem Diajak Amalkan Ajaran Luhur Para Leluhur Mataram

Yogyakarta (suarapasar.com) – Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan masyarakat DIY khususnya abdi dalem Kraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, tanpa kecuali memiliki kewajiban melaksanakan dan nguri-nguri ajaran leluhur Mataram. Ajaran-ajaran tersebut bertujuan untuk Hamemangun Karyenak Tyasing Sasama” atau Berbuat untuk Menyenangkan Hati Sesama Manusia, yang bisa diartikan saling menghargai dan memberikan kesejahteraan.

Sri Sultan mengatakan, banyak ajaran baik di DIY yang telah ada sejak zaman para pendahulu Mataram. Apalagi, sejak masuknya Islam di tanah Jawa, dan masyarakat mulai mengenal Alquran, banyak lahir kitab-kitab penuh tauladan yang turut lahir. Banyaknya kitab ini, berasal dari isi dan makna Alquran yang penuh petunjuk, diantaranya adalah Suluk Sêlokâ dan Kitab Wêdha-Mântrâ yang bisa menjadi pegangan hidup.

 

Pada kitab Wêdha-Mântrâ yang digubah oleh Sunan Kalijaga misalnya, Sri Sultan menjelaskan, banyak pesan kebatinan dan spiritual yang apabila diamalkan, berdampak positif bagi sisi baik seseorang. Selain itu, pada kitab tersbeut juga berisi bab zikir, yang saat ini sangat relevan dengan tembang Tamba Ati, gubahan Sunan Bonang. Hal ini hingga saat ini bisa menjadi pegangan bagi masyarakat.

 

“Selama hidup di dunia yang serba instan ini, kita perlu nguri-uri kebudayaan yang penuh dengan pitutur luhur dari pendahulu. Apalagi dalam Alquran, banyak petunjuk di sana yang berisi tauladan, dan bukan intimidasi,” papar Sri Sultan pada Syawalan Abdi Dalem Kraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, di Bangsal Kepatihan, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa (07/05/2024)

 

Selain itu, Sri Sultan juga menegaskan, agar generasi muda juga mengamalkan ajaran trilogi Wirya Artha Winasis pada Serat Wedha Tama. Wirya adalah keluhuran dan kekuasaan. Orang yang luhur adalah orang dihormati orang banyak. Orang dihormati karena keutamaannya, bukan kekuasaannya. Demikian pula orang yang berkuasa. Kuasa bukan berarti boleh melakukan apa saja, kehendaknya dituruti semua orang, dimana saja dan kapan saja ada yang melayani. Pesan ini adalah agar tidak ada kesewenang-wenangan.

 

Sementara Arta, berarti uang atau harta. Dalam memahami Serat Wedha Tama harta bukan sebagai tujuan. Harta adalah alat untuk mencapai tujuan. Harta harus dipunyai supaya roda kehidupan lancar. Negara pun demikian, pembangunan bisa berjalan dengan dukungan financial. Maka sudah dipastikan, tidak salah mengejar materi, namun jangan menjadikannya tujuan utama dan satu-satunya. Winasis, berasal dari kata Wasis atau pandai. Tidak mungkin menjadi Wirya dan memiliki Arta apabila tidak memiliki Winasis. Ilmu adalah yang paling utama.

 

“Trilogi ajaran ini dimaksudkan agar para pemuda-pemudi bisa menghormati orang lain, harus memegang teguh tiga perkara Wiryo, Arta dan Winasis ini. Aryo, Wiryo dan Winasis, merupakan inti dari laku prihatin yang diajarkan dan diamalkan oleh swargi Sri Sultan IX, yaitu menegaskan sikap yang pro rakyat,” jelas Sri Sultan.

 

Lebih lanjut, Sri Sultan berharap, Abdi Dalem Keprajan dan Abdi Dalem Punokawan bisa mementingkan sikap satria. Sikap ini bisa diwujudkan dengan meneladani para leluhur Mataram. Abdi Dalem juga wajib nguri-uri kebudayaan Yogyakarta, lebih daripada yang lain. Agar bisa terwujud, maka segala petunjuk dan teladan tersebut bisa di terapkan dalam dalam kehidupan sehari-hari.

 

“Secara lahir batin saya juga mengajak untuk semua pihak agar mengamalkan Manunggaling Kawula Gusti. Saya berdoa semoga para Abdi Dalem ini selalu diberikan kesehatan lahir dan batin dan dijauhkan dari sifat buruk. Semoga bisa menjaga wibawa, membantu mewujudkan masyarakat yang istimewa menuju kemuliaan,” tutup Sri Sultan. (wds/drw).

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *