Dua buku bunga rampai aspirasi 80 tahun Sri Sultan Hamengku Buwono X diluncurkan

Yogyakarta, suarapasar.com : Dua buku bunga rampai aspirasi 80 tahun Sri Sultan Hamengku Buwono X diluncurkan di Pagelaran Kraton Yogyakarta, Jumat (15/12/2023).

 

Buku ini merupakan persembahan sekaligus apresiasi kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono X.

 

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyambut baik peluncuruan 2 buku berjudul Mendengar Suara Merawat Semesta dan Berdaulat untuk Kesejahteraan Rakyat.

 

Sri Sultan memandang buku sebagai sebuah monumen yang paling penting, melebihi monumen apapun, karena mampu menjadi jendela dunia.

 

Bagi Sri Sultan sendiri, kedua buku yang berisi catatan peristiwa-peristiwa selama 80 tahun ini merupakan sebuah warisan budaya. Kedua buku ini menggambarkan ekspresi masyarakat selayaknya opini dan yang terpancar dari pemikiran para narasumber.

 

“Saya tidak melimitasi opini dan ekspresi itu karena buku adalah jendela dunia sehingga tidak bijak rasanya apabila saya membatasi berbagai pemikiran,” kata Sri Sultan.

 

Sri Sultan mengungkapkan dirinya memilih buku sebagai monumen kehidupan yang telah mencapai usia 8 dasawarsa karena buku memiliki kekuatan melewati batas ruang dan waktu. Bahkan buku adalah sebagai wujud pilar kebijaksanaan dan pengetahuan yang nilainya lebih tinggi daripada candi atau arca karena melalui buku dalam hitungan detik dapat membuka pemikiran dan memperluas wawasan masyarakat.

 

Kedua buku yang mengambil tema kepemimpinan ini adalah pandangan atas keberpihakan pemerintahan Sri Sultan terhadap rakyat. Menurutnya keberpihakan kepada rakyat adalah merupakan panggilan sosial dan tanggung jawab moral dalam kualitas peran sebagai pemimpin institusi budaya dan pemimpin entitas pemerintahan.

 

“Saya harus membentuk jati diri untuk tumbuh dan mengembangkan wawasan dengan keberpihakan sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan,” ujarnya.

 

Sri Sultan berharap melalui buku ini masyarakat dapat memahami dan mengetahui setiap gerak langkah yang diambil dalam kepemimpinannya. Dari sini masyarakat dapat menilai benar atau tidak pun sependapat atau tidak atas perbaiki kebijakan yang telah diambil.

 

“Saya percaya terhadap kekuatan budaya sebagai pengikat kohesi sosial untuk mencegah tindakan anarkis. Saya memang dituntut untuk menyikapi dengan lagu cultural untuk melengkapi pertimbangan dan tindakan rasional dengan lagu kultural melalui mata hati yang ditajamkan untuk lebih peka terhadap lingkungan,” lanjutnya.

 

Sekda DIY, Beny Suharsono mengatakan, buku ini merefleksikan berbagai testimoni tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi, budayawan hingga masyarakat awam. Testimoni tersebut yang menekankan peran Sri Sultan sebagai Raja Yogyakarta maupun sebagai Gubernur DIY.

 

“Setiap halaman buku ini menggambarkan berbagai episode perjalanan, bagaimana Sri Sultan memimpin dan membangun DIY. Harapan kami, buku ini menjadi diorama kehidupan Sri Sultan dengan segala kontribusinya, tak hanya untuk DIY tapi juga untuk negar,” papar Beny.

 

Selain menyerahkan buku persembahan dari Pemda DIY yaitu Mendengar Suara Merawat Semesta, diserahkan pula hasil pekerjaan mutrani naskah kuno, sebanyak dua judul yang terdiri atas tiga buku pemilik sejarah kesultanan. Beny menekankan, pada kesempatan ini, bukan hanya sekedar perayaan penyerahan karya tulis saja, namun menjadi ruang dan waktu untuk menebar inspirasi.

 

“Terimakasih kasih sebesar-besarnya kepada para narasumber, tim editor dan para penulis yang telah dengan penuh dedikasi merangkai perjalanan hidup Sri Sultan Hamengkubuwono ke-10,” tutup Beny.

 

Pada buku Berdaulat untuk Kesejahteraan Rakyat, Bambang Sigap Sumantri yang bertindak sebagai editor Kompas menuturkan, buku ini diterbitkan untuk merayakan ke Darsa Windu Sri Sultan Hamengku Buwono X.

 

“Buku ini memuat 8 tema, pertama kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono X, kedua suksesi dan Keraton, ketiga keistimewaan Yogyakarta dan pemerintahan Provinsi DIY, keempat relasi Keidonesiaan global dan pluralisme, kelima tradisi budaya Jawa dan lingkungan hidup, keenam peran Sri Sultan saat reformasi tahun 1998, ketujuh ekonomi kreatif dan ke-8 perempuan dan keadilan gender,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *