Forpi Kota Yogyakarta : 3 Masalah Ini yang Muncul dalam PPDB SMP Negeri Jalur Zonasi Radius di Kota Pelajar

Forpi Kota Yogyakarta : 3 Masalah Ini yang Muncul dalam PPDB SMP Negeri Jalur Zonasi Radius di Kota Pelajar

Yogyakarta, suarapasar.com : Setiap memasuki bulan Juni hingga Juli orangtua, calon siswa termasuk pihak sekolah dan Dinas Pendidikan di seluruh daerah tak terkecuali di Kota Pelajar yakni Yogyakarta disibukkan dengan proses Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB tahun ajaran baru.

Baharuddin Kamba, Anggota FORPI Kota Yogyakarta mengatakan kondisi teranyar adalah terkait PPDB dengan sistem zonasi radius yang sudah dimulai sejak tahun 2017 lalu tetap masih menimbulkan masalah seperti yang dialami sejumlah siswa yang tidak diterima di SMP Negeri 6 Kota Yogyakarta lewat jalur zonasi radius meskipun satu RW dengan sekolah tersebut. Karena lebih jauh 2 meter dari siswa yang lainnya meskipun jarak rumah siswa dengan sekolah hanya berada di belakang sekolah.

“Meski sudah 7 hingga 8 tahun berjalan, namun pelaksaan PPDB khususya dengan sistem zonasi radius terus menimbulkan masalah hingga protes dari orangtua. Padahal, niat dan tujuan baik dari PPDB sistem zonasi radius adalah selain pemerataan Pendidikan juga mengakomodir calon siswa yang berada di dekat sekolah. Namun diperlukan evaluasi secara total dan tuntas serta komperehensif dan dapat ditinjau ulang kembali sistem PPDB jalur zonasi radius ini oleh Kemendikbudristek RI. Karena Dinas Pendidikan di daerah hanya menjalankan amanah undang-undang dalam bentuk Permendikbudristek RI,” tandas Baharuddin Kamba melalui keterangan tertulisnya, Kamis, (27/6/2024).

Baharuddin Kamba menyebut tujuan utama PPDB jalur zonasi radius sudah melenceng dari relnya dan menimbulkan persoalan klasik yang terjadi tiap tahun.

Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan, Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta, setidaknya ada 3 masalah yang muncul setiap pelaksanaan PPDB khususnya pada jalur zonasi radius yang dapat dijadikan bahan catatan sekaligus evaluasi untuk perbaikan kedepannya khususnya SMP Negeri di Kota Yogyakarta.

1. Eksodus Migrasi Domisili

Berdasar hasil pemantauan Forpi Kota Yogyakarta di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Pemerintah Kota Yogyakarta terjadi semacama eksodus migrasi domisili Kartu Keluarga (KK) terjadi antara bulan Februari hingga Mei satu tahun sebelum pelaksanaan PPDB dilaksanakan.

“Artinya, usia terbitan KK sudah satu tahun lebih,” katanya.

Sebelumya modus yang dipakai yakni dengan memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orang tua. Namun, tahun ini nitip KK sudah tidak dibolehkan lagi pada jalur zonasi radius dengan status famili lain. Tetapi celah untuk berbuat curang selalu ada demi anak masuk sekolah yang diinginkan.

“Misalnya, numpang alamat rumah yang terdekat dengan sekolah favorit. Tetapi secara fisik orangtua maupun anak tidak bertempat tinggal di alamat rumah tersebut. Hal ini Forpi Kota Yogyakarta curigai adanya keganjilan pada alamat Jalan Trimo 1, Kota Baru, Gondo Kusuman, Kota Yogyakarta,” urainya.

2. Daya Tampung Sekolah Terbatas

Daya tampung sekolah khususnya SMP Negeri di Kota Yogyakarta yang terbatas sementara lulusan SD/MI sangat banyak. Di SMP Negeri 1 daya tampung 256 siswa, SMP Negeri 2 daya tampung 224 siswa, SMP Negeri 3 daya tampung 192 siswa, SMP Negeri 4 daya tampung 160 siswa, SMP Negeri 5 daya tampung 320 siswa, SMP Negeri 6 daya tampung 224 siswa, SMP Negeri 7 daya tampung 192 siswa, SMP Negeri 8 daya tampun 320 siswa, SMP Negeri 9 daya tampung 238 siswa, SMP Negeri 10 daya tampung 238 siswa, SMP Negeri 11 daya tampung 136 siswa, SMP Negeri 12 daya tampung 198 siswa.

Hal ini mengakibatkan jumlah kursi dan ruang kelas yang tidak dapat menampung semua siswa peserta didik baru sehingga tak sedikit siswa yang tidak terjaring meskipun berada si satu zonasi.

“Hal ini dikarenakan sebaran sekolah negeri (SMP) di Kota Yogyakarta yang tidak merata. Faktanya jumlah SMP Negeri di Kota Yogyakarta wilayah utara lebih banyak, dibandingkan di wilayah selatan,” lanjut Baharuddin Kamba.

3. Siswa KMS Tak Semua Tertampung di Sekolah Negeri

Sejatinya sistem PPDB juga berpihak pada siswa yang betu-betul miskin dan berada dalam satu zonasi dapat bersekolah sehingga Pemerintah Kota Yogyakarta memberikan akses bagi siswa miskin dengan program Kartu Menuju Sejahtera (KMS). Sehingga jalur afirmasi KMS pada tahun ajaran 2024/2025 ini ada kuota sebanyak 11% dari daya tampung sekolah bagi siswa lewat jalur afrimasi KMS.

Namun berdasar hasil pemantauan PPDB jalur afirmasi KMS pada tahun-tahun sebelumnya tidak semua siswa afirmasi KMS ini diterima di SMP Negeri Kota Yogyakarta karena persoalan nilai atau hasil belajar siswa. Termasuk juga temuan yakni mental memiskinkan diri.

“Merujuk pada petunjuk teknis atau Juknis PPDB 2024/2025 pada jalur afirmasi bahwa proses seleksi berdasarkan nilai gabungan, calon peserta didik baru yang telah mendaftar ke SMP dan masih lolos seleksi sementara di salah satu SMP, tidak dapat mendaftar lagi ke SMP lainnya. Muara dari jalur zonasi afirmasi KMS ini adalah yang dihitung tetap nilai bukan status siswa yang benar-benar miskin. Sehingga yang perlu dipahami oleh masyarakat Kota Yogyakarta adalah meskipun memilki KMS tetapi tidak serta-merta diterima di SMP Negeri di Kota Yogyakarta,” katanya.

Ia menambahkan sebagai edukasi kepada orangtua untuk tidak memaksakan khususnya siswa yang memiliki nilai rendah untuk mendaftarkan ke sekolah-sekolah yang dinilai favorit. Karena dikhawatirkan siswa yang bersangkutan tidak bisa mengimbangi siswa lainnya.

Dari setidaknya ada 3 masalah yang selalu muncul setiap PPDB, Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta berharap adanya pebaikan mulai dari sistem zonasi yang tidak lagi menggunakan basis titik tengah RW tetapi titik tengahnya dapat diambil dari tiang bendera sekolah, ada sanksi yang tegas bagi orangtua yang terbukti melakukan perbuatan culas terkait data kependudukan tanpa harus menunggu adanya protes dari orangtua lain dan bagi siswa yang tidak diterima di SMP Negeri Kota Yogyakarta tidak lantas putus sekolah tetapi tetap sekolah meskipun di sekolah swasta.

“Maka dari itu perlu adanya komitmen politik anggaran yang benar-benar berpihak pada siswa miskin,” tegas Baharuddin Kamba, Anggota FORPI Kota Yogyakarta.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *