Kasus Korupsi PT Tarumartani, JCW Minta Tidak Hanya Berhenti pada Tersangka NAA

Kasus Korupsi PT Tarumartani, JCW Minta Tidak Hanya Berhenti pada Tersangka NAA

 

 

 

Yogyakarta, suarapasar.com : Jogja Corruption Watch (JCW) memberikan tanggapan terkait atas Penetapan NAA, Direktur Utama PT Taru Martani dalam perkara investasi emas.

 

Aktivis JCW, Baharuddin Kamba mengatakan JCW mendukung Kejati DIY untuk tidak hanya berhenti pada penetapan tersangka NAA saja, tetapi perlu didalami adanya keterlibatan pihak lain perkara yang menjerat NAA, Direktur Utama PT Taru Martani.

 

“Karena terasa janggal jika hanya Kejati DIY berhenti pada tersangka NAA saja tidak menelusuri adanya keterlibatan pihak lain. Karena umumnya jarang sekali pelaku korupsi itu tunggal apalagi korupsi dengan nilai kerugian yang besar. Perlu ditelusuri keterlibatan pihak lain dalam perkara ini,” kata Baharuddin Kamba kepada Radio Suara Pasar, Rabu, (29/5/2024).

 

Menurut Baharuddin Kamba, jika dicermati secara saksama, perkara ini semacam judi togel atau buntut.

 

“Karena tersangka NAA ini berharap uang kembali (untung) tetapi justru buntung. Uang total Rp. 18,7 miliar yang seluruhnya berasal dari penyertaan modal APBD DIY tetapi lenyap begitu saja. Kan aneh. Kaya orang taruhan main judi saja. Caranya, tersangka NAA melakukan investasi kontrak berjangka dengan PT Midtou Aryacom Futures selaku perusahaan pialang tanpa melalui persetujuan dari RPUS. Perlu ditelusuri pula apakah tersangka NAA hanya melakukan investasi derivatif ke PT MAF saja atau ke yang lain juga sebagai siasat untuk memperkaya diri sendiri atau orang sebagaimana pasal yang disangkakan kepada tersangka NAA,” urainya.

Baharuddin Kamba menambahkan ibarat orang main judi menang sekali tapi kalah seribu kali.

 

“Ya buntung bukan untung. Ini dibuktikan dengan tersangka NAA menarik keuntungan sebesar Rp. 8 miliar. Dari Rp 8 miliar itu Rp. 1 miliarnya diserahkan ke PT Taru Martani. Sementara Rp. 7 miliarnya digunakan tersangka NAA untuk melakukan investasi derivatif. Aneh bin ajaib uang Rp. 18,7 miliar tetapi cuma sisa Rp. 8 juta. Kemana sisa yang lainnya? Apakah ini bukannya semacam permainan judi? Sekali lagi berharap untung tetapi justru buntung,” tuturnya.

 

Pelibatan PPATK untuk menelusuri aliran dana ini juga diperlukan apakah ada pihak lain yang terlibat.

 

“Dana itu yang perlu ditelusuri dengan dapat melibatkan PPATK karena penting apakah uang sebanyak itu hanya digunakan tersangka NAA sendiri atau menguntungkan orang lain sebagai unsur delik turut serta melakukan atau menyuruh melakukan,” katanya lagi.

 

JCW juga mempertanyakan kinerja Dewan Pengawas sehingga kasus ini bisa terjadi.

 

“Hal lain adalah keberadaan dari dewan pengawas termasuk di BUMD dalam hal PT Taru Martani. Apakah para dewan pengawas termasuk komisaris tidak mengetahui gelagat aneh yang dilakukan oleh tersangka NAA dengan menggunakan uang sebanyak itu,” katanya.

 

Baharuddin Kamba juga menulai perlunya penelusuran lebih jauh terkait kemungkinan adanya perkara lainnya yang anggarannya berasal dari PT Taru Martani untuk kepentingan tersangka NAA atau menguntungkan orang lain.

 

“Perkara yang menjerat tersangka NAA harus segera dituntaskan dengan tidak hanya berhenti pada tersangka NAA saja tetapi keterlibatan pihak lain harus ditelusuri. Perkara yang menjerat Direktur Utama PT Taru Martani seharusnya menjadi momentum untuk bersih-bersih agar tidak menjadi beban bagi Direktur Utama PT Taru Martani yang baru,” tegas Baharuddin Kamba, aktivis JCW.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *