Kegiatan Pembangunan Di Sepanjang Sumbu Filosofi Harus Melalui Asesmen, DPRD Ingatkan Antisipasi Konflik

Kegiatan Pembangunan Di Sepanjang Sumbu Filosofi Harus Melalui Asesmen, DPRD Ingatkan Antisipasi Konflik

 

Yogyakarta suarapasar.com – Perjalanan panjang Sumbu Filosofi Yogyakarta yang dimulai sejak 9 tahun membuahkan hasil dengan ditetapkannya Sumbu Filosofi sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada 18 September 2023.

 

Meski begitu, sejatinya perjuangan pelestarian sumbu filosofi belum berakhir.

 

Sekretaris Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Cahyo Widayat mengakui tugas berat menanti pasca penetapan.

 

“Sebab tujuan utamanya bukanlah penetapan, melainkan pelestarian dan pengembangan yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat DIY,” kata Cahyo Widayat, dalam diskusi virtual dengan tema Sumbu Filosofi Antarkan Masyarakat DIY Lebih Sejahtera dan Berbudaya.

 

Penetapan akan membuat semua merasa memiliki dan mempunyai kewajiban berpartisipasi dalam proses-proses pelestarian dan pengembangannya.

 

Cahyo menjelaskan setelah kawasan sumbu filosofi itu resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia, berbagai kegiatan pembangunan di sepanjang Sumbu Filosofi harus melalui asesmen.

 

“Ada semacam ‘heritage impact assessment tertuang dalam rencana pengelolaan atau management plan Sumbu Filosofi yang telah disusun sebagai salah satu syarat pengajuan warisan budaya dunia ke UNESCO,” terangnya.

 

Meskipun akhirnya masih banyak pro dan kontra, Cahyo menilai hal itu sebagai suatu yang lumrah dan bisa diselesaikan dengan baik dan dialog karena semua yang dilakukan bermuara pada kesejahteraan masyarakat DIY.

 

“Pemda akan tunduk pada aturan terkait maka program yang dilaksanakan tidak akan semena-mena. Sejak awal, pengajuannya sudah melalui kajian mendalam dan proses panjang termasuk manfaatnya kedepan,” lanjutnya.

 

Pihaknya juga mencoba mengurangi tekanan dari lingkungan, pembangunan hingga sosial ekonomi.

 

“Muaranya adalah pariwisata maka konsep pariwisata berkelanjutan akan terapkan di Kawasan Sumbu Filosofi,” imbuh Cahyo.

 

Tidak hanya itu, pengelolaan kawasan sumbu filosofi ini juga harus berkolaborasi dengan semua pihak baik pemda, stakeholder, swasta maupun masyarakat. Masyarakat harus menjadi subyek dan bukan obyek semata.

 

“Dalam hal pengelolaanya melibatkan dan mengikutsertakan semua komponen maupun masyarakat setempat, sehingga bukan menjadi obyek tetapi subjek. Kita juga harus merangkul generasi muda, tentunya harus ada trik khusus berkomunikasi supaya mereka ikut mendukung pelestarian dan menerapkan nilai-nilai yang ada di Sumbu Filosofi,” terangnya.

Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana mengatakan penetapan sumbu filosofi sebagai warisan budaya dunia harus dapat berdampak pada terwujudnya kesejahteraan masyarakat DIY, dimana 68 persen kehidupan perekonomiannya tergantung pada pendidikan dan pariwisata.

 

“Berbeda dengan Warisan Dunia lainnya, Sumbu Filosofi menceritakan sesuatu yang mengandung ajaran-ajaran hidup sehingga menjadi nilai tambah dan modal yang sangat besar bagi DIY untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama melalui pariwisata. Kita juga masih punya PR utamanya lebih mengenalkan Sumbu Filosofi yang kelasnya sudah diakui dunia sehingga bisa menjadi sustain dan kontinu,” katanya.

 

Salah satu konsekuensi dari penetapan sekaligus menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat adalah mengembalikan tempat-tempat khusus sesuai dengan fasad aslinya. Dalam artian demi kepentingan yang lebih besar dan kesejahteraan masyarakat yang lebih besar pula, maka memang perlu dilakukan hal-hal yang menjadi rekomendasi dari UNESCO.

 

” Konsekuensi tersebut menjadi sesuatu yang tak terhindarkan. Sumbu Filosofi milik kita semua yang diakui dunia, jangan anggap sejarah kuno, jadi tolong pahami isi dan maksudnya. Sosialisasi dan isilah, terutama bagi anak muda. ajaklah anak muda dengan cara mereka pula,” paparnya.

 

Potensi munculnya konflik yang berkaitan dengan sumbu filosofi ini juga hal yang harus diantisipasi.

 

“Penetapan Sumbu Filosofi Yogyakarta merupakan kemaslahatan Masyarakat Yogyakarta yang harus diperjuangkan, sehingga beberapa warga yang terdampak perlu diperhatikan dan diantisipasi,” pungkas Huda Tri Yudiana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *