Kemampuan Aksesibilitas Literasi di Indonesia Masih Kurang

Yogyakarta – Kemampuan aksesibilitas literasi di Indonesia masih kurang.

 

Kepala Perpusnas RI, Muhammad Syarif Bando mengatakan Bahkan dari 10.000 responden anak Indonesia, hanya 15% yang memahami informasi dari teks yang dibaca. Hal ini tentu sangat memprihatinkan.

 

“Masih banyak peserta didik kita yang betul-betul belum memahami makna dari isi tulisan yang dibacanya. Ini yang harus kita perbaiki,” kata Syarif pada acara Peer Learning Meeting (PLM) Nasional 2023, yang diselenggarakan oleh Perpusnas RI, di The Alana Yogyakarta Hotel & Convention Center, Sleman, Rabu, (20/9/2023).

 

Syarif menjelaskan, literasi digital ini akan mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemi. Untuk itu, pihaknya menggandeng Kementerian Koperasi dan UKM RI untuk meningkatkan literasi para pelaku perekonomian.

 

“Pemula yang belum punya usaha yang karena keterbatasan keterampilan dan skill itu mereka kesulitan untuk membuka usaha mikro,” imbuhnya.

 

Selain itu, pihaknya juga bekerjasama dengan BKKBN guna menekan prevalensi stunting. Perpusnas RI memastikan diri untuk memberikan kontribusi dan support sumber informasi, serta mengimplementasikan ilmu-ilmu terapan bagi masyarakat.

 

“Kita menghadirkan BKKBN karena punya program bagus untuk mengentaskan stunting. Stunting juga diakibatkan oleh faktor-faktor keterbatasan keterbatasan informasi,” ujarnya.

 

Syarif menegaskan, saat ini perpustakaan bersifat inklusif. Perpustakaan tidak lagi eksklusif melayani orang-orang yang ada di civitas akademika saja, tapi menyasar kepada masyarakat masyarakat pedesaan yang jumlahnya sangat besar.

 

“Kami perpustakaan menjaga masyarakat, bukan sebaliknya, karena tidak ada lagi masyarakat yang ke perpustakaan, ini yang kita galakkan,” tutur Syarif.

 

Sementara itu, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebut, saat ini masyarakat terjebak dalam trend information flood. Hal ini mengakibatkan masyarakat terjebak dalam misinformasi, disinformasi, dan mal-informasi.

 

“Saat ini berita bohong lebih cepat menyebar daripada berita asli. Bahkan 1 % dari berita bohong yang paling populer berhasil menjangkau 1.000 hingga 10.000 pengguna, sementara berita asli sangat jarang menjangkau 1.000 pengguna,” ujar Sri Sultan Hamengku Buwono X.

 

Hal tersebut menjadi alasan mengapa literasi dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Menurut Sultan, penguatan literasi ini wajib didukung oleh perpustakaan yang berdayaguna, sehingga mampu membentuk tatanan masyarakat Indonesia yang lebih cerdas. Sehingga wajib bagi masyarakat untuk meningkatkan budaya baca dan optimalisasi potensi perpustakaan.

 

Sultan juga menyebut, literasi berkaitan erat dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraan. Tingkat literasi menunjukkan kualitas pendidikan.

 

“Masyarakat yang berpendidikan, umumnya mendapatkan penghasilan layak dan lebih melek terhadap teknologi. Masyarakat dengan tingkat literasi rendah, cenderung mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan dengan bayaran yang layak dan untuk promosinya. Semakin tinggi tingkat literasi, semakin tinggi standar hidup yang dapat diraih. Oleh karenanya, pendidikan dasar perlu diprioritaskan, agar anak-anak bisa mendapatkan fondasi literasi yang baik. Selain itu, literasi dapat mengangkat masyarakat dari jurang kemiskinan,” kata Sultan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *