Mahasiswa PMM 3 Inbound Universitas Musamus Mendalami Suku dan Bentuk Pelestarian di Kampung Wasur

Mahasiswa PMM 3 Inbound Universitas Musamus Mendalami Suku dan Bentuk Pelestarian di Kampung Wasur

Merauke, suarapasar.com – Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) 3 Inbound Universitas Musamus Merauke pada hari Sabtu, 14 Oktober 2023, melaksanakan kegiatan Modul Nusantara kelas Kebhinekaan dengan pemateri Ketua Suku Marori Men Nggei dan Petugas Taman Nasional Wasur di Kampung Wasur.

 

Kampung Wasur terletak di Kabupaten Merauke, Papua Selatan dengan rata-rata penduduknya bersuku Marori. Suku Marori sendiri merupakan sub-suku dari suku Marind yang ada di Papua Selatan. Dari penjelasan Dosen Modul Nusantara PMM Inbound Unmus, suku Marind, Muyu, Kanume, Mappi, dan Asmat adalah suku besar yang ada di Papua Selatan.

 

Pada kegiatan hari ini, mahasiswa PMM diajak untuk mengunjungi kediaman Ketua Suku Marori dan Taman Nasional Wasur. Sejumlah 57 mahasiswa yang terdiri dari 15 mahasiswa laki-laki dan 42 mahasiswa perempuan mempersiapkan diri mulai jam 07.30 WIT untuk presensi dan berangkat pada pukul 08.00 WIT yang dibimbing oleh Liaison Officer (LO) dan Dosen Modul Nusantara.

 

Mereka berangkat menuju kediaman Ketua Suku Marori menggunakan dua bus kampus Universitas Musamus Merauke dengan jarak kurang lebih setengah jam perjalanan. Meskipun begitu, mereka menikmati perjalanan dengan memutar musik di dalam bus dan bernyanyi-nyanyi.

 

 

Sampai di Kampung Wasur, mahasiswa PMM turun dalam bus dan berkumpul mendengarkan penjelasan dari Ketua Suku Marori. Dalam kegiatan wawancara yang dilakukan oleh salah satu mahasiswa PMM, Adiva Nur Setia sebagai moderator yang memimpin kegiatan tersebut menanyakan hal-hal terkait Suku Marori.

 

Wilhelmus Salke Gebze, Ketua Suku Marori mengatakan bahwa suku Marori ini adalah suku yang hampir punah diantara sub-suku Marind lainnya. Mata pencaharian di Kampung Wasur adalah berburu dan tradisi serta adat istiadat di sini masih kental. Contoh tradisi yang masih ada sampai sekarang adalah perempuan yang sudah baligh dan sedang haid (dalam keadaan tidak suci) dilarang masuk ke dalam hutan. Mereka boleh memasuki hutan apabila tidak dalam keadaan haid atau suci.

 

“Adapun perempuan yang mau menikah dengan suku kami, maka dia harus memilih suku mana yang ia pakai. Ketika pihak perempuan memilih suku pria, dia berhak memakai marga dari keluarga pria dan juga ikut berbicara dalam kegiatan perkumpulan keluarga atau kegiatan lainnya,” kata Wilhelmus, saat ditanyai secara langsung oleh salah satu LO PMM.

 

Wilhelmus menambahkan, lain hal jika pihak perempuan tidak memakai marga sang pria, dia tidak berhak ikut dan mengeluarkan suaranya dalam kegiatan-kegiatan tertentu. Mereka bisa ikut namun tidak dapat diterima.

 

 

Selain mewawancarai Ketua Suku Marori, mahasiswa PMM juga mendokumentasikan kegiatan tersebut dengan berfoto-foto serta berbincang-bincang dengan Ketua Suku mengenai Kampung Wasur tersebut.

 

Usai kegiatan berkunjung dari kediaman Ketua Suku Marori, mahasiswa PMM diajak untuk berkunjung ke Taman Nasional Wasur. Taman Nasional Wasur merupakan taman nasional yang ada di Papua Selatan dan sudah berdiri sejak tahun 1990 lalu.

 

Alasan didirikannya Taman Nasional Wasur ini adalah sebagai penyangga bagi makhluk hidup, pelestarian keanekaragaman hayati, dan perlindungan suku asli Wasur yaitu Marori Men Nggei. Di dalam Taman Nasional Wasur ini terdapat hewan rusa, 400 jenis burung, walabi, reptil, dan ikan. Hewan endemik di kawasan Merauke sendiri yaitu Walabi, cendrawasih, dan Kaswari.

 

Berbicara tentang walabi, walabi merupakan hewan macropoda, yaitu hewan berkantung dan mempunyai dua ovarium di mana salah satu ovariumnya bisa menyimpan untuk berkembang biak setelah walabi tersebut melahirkan anaknya.

 

Berbeda dengan kangguru, walabi ukurannya lebih kecil. Untuk ukurannya, sekitar paha orang dewasa. Di Merauke sendiri ada dua puluh jenis walabi dan di penangkarannya ada empat jenis.

 

 

Zaenal Arifin, pemateri pada kegiatan ini mengatakan bahwa walabi selain dimakan dapat dibuat aksesoris. Banyak juga yang menjual aksesoris di luar. Namun, Zaenal menghimbau dan menerangkan agar mahasiswa PMM tidak membelinya.

 

“Menjual aksesoris walabi itu ilegal. Jadi, jika kalian melihat orang yang jualan aksesoris yang terbuat dari walabi jangan dibeli. Itu tertulis di undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,” himbau Zaenal.

 

Caca Hinaya Pratama, Kepala Suku PMM Inbound Unmus juga menanyakan apakah masyarakat dapat mengambil hasil dari sumber daya alam yang ada di dalam Taman Nasional Wasur ini. Menurut Debby, pengendali dalam wilayah Taman Nasional, menjawab boleh-boleh saja namun jangan berlebihan.

 

 

Karena sudah mahasiswa, siswanya maha, itu berarti mereka paham dan mengerti bagaimana bentuk pelestarian lingkungan alam sekitar. Sebagai mahasiswa, kita juga harus tahu bagaimana menerapkan apa yang sudah dipaparkan oleh narasumber.

 

Setelah mahasiswa mengikuti kegiatan Modul Nusantara kelas Kebhinekaan, diharapkan pengetahuannya bertambah dan lebih mengenal budaya di luar pulau.

 

“Memang banyak sekali jika ingin mengenal lebih dalam tentang Kampung Wasur ini, namun saya berharap apa yang dijelaskan oleh para narasumber tadi bisa dipahami benar-benar oleh mahasiswa,” kata Nelis Awotkay, dosen Modul Nusantara.(prg)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *