Pameran Seni “Indonesia 100%” Tandai Eksistensi Galeri NUsantara UNU Yogyakarta
Yogyakarta, suarapasar.com – Galeri Seni NUsantara Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta menggelar pameran seni rupa “Indonesia 100%” di Kampus Terpadu UNU Yogyakarta, Dowangan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pameran dibuka pada 31 Agustus dan<span;> berlangsung hingga 30 September 2024 serta melibatkan 69 seniman. Pameran dapat dikunjungi setiap hari, Senin-Minggu pukul 10.00-18.00 WIB dan bebas biaya.
Pameran ini merupakan pameran kedua Galeri Seni NUsantara UNU Yogyakarta setelah pameran perdana pada awal tahun ini, “Memoar 24101”, yang bertepatan dengan momen Harlah NU dan peresmian Kampus Terpadu oleh Presiden RI Joko Widodo.
Kali ini, pameran kedua bertajuk “Indonesia 100%” yang mengetengahkan tema nasionalisme mengingat saat ini masih dalam suasana peringatan HUT Kemerdekaan RI. Selain itu, tema ini juga selaras dengan prinsip NU, hubhul wathon minal iman, cinta tanah air adalah sebagian dari iman.
Rektor UNU Yogyakarta Widya Priyahita menjelaskan pameran “Indonesia 100%” mengukuhkan eksistensi kehadiran Galeri Seni NUsantara sebagai galeri seni pertama di kampus, terutama di kampus NU.
“Kehadiran gedung Kampus Terpadu yang modern dan ramah lingkungan membuat UNU Yogyakarta memiliki itikad untuk memanfaatkan sudut-sudut kampus sebagai ruang apresiasi karya seni yang dapat diakses siapa saja,” tuturnya.
Ia menyatakan, lebih dari sekadar tempat memajang karya seni, Galeri Seni NUsantara dapat mendekatkan esensi karya seni ke civitas dan khalayak luas.
“Karya seni adalah medium olah rasa, mengasah kepekaan kita terhadap sekitar, menumbuhkan sisi apresiasi kita pada estetika, dan ujungnya meluaskan khazanah kemanusiaan kita,” ujarnya.
Melalui pameran ini, Widya berharap Galeri Seni NUsantara terus berkembang dan menginspirasi kampus-kampus lain untuk menyediakan ruang-ruang ekspresi seni. Hal ini akan menjadikan seni sebagai kebutuhan bagi mahasiswa dan generasi muda. “Ke depan, civitas, nahdliyin, dan masyarakat luas juga dapat mengadakan UNU Yogyakarta sebagai rumah budaya,” kata dia.
Seniman kenamaan Edi Sunaryo yang turut memamerkan karyanya pameran ini menyatakan menyambut dengan antusias ajakan Rektor UNU Yogyakarta untuk berpartisipasi di “Indonesia 100%”. Menurutnya, setiap seniman membuutuhkan ruang untuk menampilkan karyanya, terutama para seniman muda dengan ide-idenya yang gila.
“Galeri Seni NUsantara ini akan mempunyai ciri khas karena juga memiliki misi pendidikan karena berada di perguruan tinggi.
Kurator “Indonesia 100%” A. Anzieb menyebut pameran ini menunjukkan beragamnya proses kreatif penciptaan karya oleh para perupa, terutama melalui pemahaman kultur Nusantara yang inklusif. Menurutnya, seni di Indonesia diisi oleh budaya masyarakat lisan yang menggunakan intuisi, imajinasi, pengalaman, narasi, hingga keyakinan/religiusitas sebagai sebuah “kecerdasan perasaan”. Namun, di sisi lain, berkembang pula “seni wacana” dari Barat yang mengutamakan “kecerdasan pikiran”.
“Perhelatan “seni wacana” umumnya yang sering menonjol adalah kehebohannya yang lebih besar ketimbang hasil yang dicapai. Dengan kata lain, pesan yang terdapat dalam karyanya justru tidak pernah sampai, berhenti pada retorika dan eksistensi sebagai ujungnya, karena banyak yang kehilangan otentitas cara berfikir kelokalannya,” paparnya.
Anzieb menyatakan, pameran ini hendak mengatakan bahwa dunia dan kesenian Indonesia sesungguhnya terang, penuh keberagaman, tapi sekaligus juga menunjukkan adanya dunia yang kabur dan kehilangan ungkapan.
“Indonesia 100%” akan membuka berbagai kemungkinan, falsafah lokal-kultural dan tafsir serta pengandaian-pengandaian sebagai produksi pengetahuan yang khas Indonesia dengan berbagai pilihan medium/bahasa artistik hari ini,” urainya.
Sementara itu, seperti dicatat pemerhati seni Aminuddin TH Siregar untuk pameran ini, seni dan nasionalisme saling terkait erat. Seni sering kali berfungsi sebagai sarana untuk mengekspresikan identitas nasional dan kebanggaan budaya. Jika nasionalisme berupaya menyatukan orang-orang di bawah nilai-nilai dan sejarah bersama, seni lebih menyediakan medium, yang melaluinya, sentimen-sentimen itu dapat diartikulasikan secara visual.
“Melalui lensa seni, sebuah bangsa bisa menyampaikan narasi mereka, menempa ingatan kolektif, dan menegaskan tempat mereka di panggung global. Ketika terjadi pergolakan politik atau perang, para seniman misalnya beralih ke tema-tema patriotik untuk menggalang sentimen publik dan memupuk persatuan,” paparnya.
Namun seiring perkembangan dunia saat ini, Aminuddin juga menyatakan perlunya memaknai ulang nasionalisme. Menurutnya, nasionalisme yang kita butuhkan sekarang adalah nasionalisme dalam kerangka partisipatif yang bisa menumbuhkan keterlibatan warga negara.
“Melalui seni, nasionalisme partisipatif niscaya memberdayakan warga negara untuk berkontribusi secara berarti bagi identitas nasional dan pembangunan masyarakat mereka. Pendekatan ini mendorong individu untuk mengambil kepemilikan atas narasi bangsa mereka, menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab. Nasionalisme partisipatif akan selalu mempromosikan inklusivitas dengan mengundang berbagai suara ke dalam wacana nasional,” tuturnya.