Penutupan TPA Piyungan Berakhir, Kota Yogyakarta Dapat Kuota 127 Ton/hari

Penutupan TPA Piyungan Berakhir, Kota Yogyakarta Dapat Kuota 127 Ton/hari

Yogyakarta, suarapasar.com – Penutupan TPA Piyungan yang berakhir hari ini Selasa, 5 September 2023 tidak serta merta kondisi akan pulih seperti sebelum ditutupnya TPA Piyungan pada 23 Juli 2023. Skema pembuangan sampah ke TPA Piyungan dari Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kota Yogyakarta akan tetap dibatasi.

 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Sugeng Darmanto mengatakan, berakhirnya penutupan TPA Piyungan sesuai dengan Surat Edaran Pemda DIY tidak serta merta dapat menampung kapasitas sampah secara penuh.

 

Volume sampah dari Kota Yogyakarta saat ini sekitar 107 ton/hari. Kota Yogyakarta mendapat kuota sampah 127 ton/hari di TPA Piyungan mulai 6 September 2023. Kuota itu menurutnya ekuivalen ketika Pemkot Yogyakarta mendapat kuota sampah dibawa ke TPA di Kulonprogo.

 

Selama masa pembatasan TPA Piyungan, Pemkot Yogyakarta mengirimkan sampah ke TPA di Kulonprogo sekitar 15 ton/hari. Tapi kini Pemkot Yogyakarta sudah tidak membawa sampah ke Kulonprogo.

 

“Apakah nanti tanggal 6 September itu langsung kita buka ternyata tidak, karena selesai konstruksi sampai Oktober. Sehingga nanti di tanggal enam kita mendapat kuota 127 ton perhari,” kata Sugeng.

 

Selain itu, pola pembuangan sampah di TPA Piyungan yang akan diatur 3 hari buka 1 hari tutup, namun di kota Yogyakarta tetap berlangsung dapat dibuang di depo meski jangka waktu pembukaan tidak panjang.

 

Kepala DLH Kota Yogyakarta, Sugeng Darmanto menyampaikan berkaitan dengan kondisi darurat sampah Pemkot Yogyakarta selalu mengupayakan gerakan Mbah Dirjo pada pengelolaan sampah di tingkat hulu. Baik di masyarakat maupun kegiatan seperti pariwisata, perdagangan dan perkantoran serta ASN Pemkot Yogyakarta.

 

“Dengan kondisi saat ini, kita selalu mengupayakan gerakan Mbah Dirjo jadi gerakan pengelolaan sampah ditingkat hulu. Termasuk kegiatan aspek pariwisata, perdagangan, perkantoran ataupun ASN membuat biopori disesuaikan kondisi sekitarnya. Harapannya Mbah Dirjo ini menjadi gerakan yang semakin masif sehingga bisa mengurangi sampah,” ujar Sugeng.(wds,prg)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *