Penyelenggara Pemilu Harus Berusaha Menyelenggarakan Pemilu Dengan Jujur dan Adil

Penyelenggara Pemilu Harus Berusaha Menyelenggarakan Pemilu Dengan Jujur dan Adil

Yogyakarta, suarapasar.com : “Secara implisit, mereka khawatir jika pemilu tahun 2024 ini tidak berlangsung secara damai, secara jujur, dan secara adil,” kata SBY dalam pidato politik ‘Indonesia 5 tahun ke depan’ di Cibubur, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (7/2/23) berkaitan dengan gerakan yang muncul dari berbagai daerah dan sejumlah rektor, guru besar serta mahasiswa yang sejatinya menyuarakan pentingnya pemilu Indonesia yang damai, jujur, dan adil.

Asas Pemilihan Umum (Pemilu) yang dikenal sebagai Luber-Jurdil menjadi dasar pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Diketahui, Luber-Jurdil merupakan akronim dari Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil.

“Prinsip dasarnya pemilu ini dilakukan lima tahun sekali, kemudian harus dilakukan Luber dan Jurdil, itu amanat konstitusi kita. Luber itu untuk kita semuanya para warga negara yang sudah punya hak pilih, Jurdil ditujukan kepada penyelenggaranya, jujur dan adil,” tandas Dra Prima Sari, pemerhati masalah sosial, ekonomi, dan kesehatan kepada wartawan di Yogyakarta, Minggu (11/2/2024).

Asas Langsung dalam Pemilu memastikan bahwa rakyat sebagai pemilih memiliki hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Asas Umum dalam Pemilu menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai undang-undang. Pemilihan yang bersifat umum memastikan bahwa tidak ada diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial.

Sementara itu asas Bebas memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya agar dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya. Pemilu juga mengikuti Asas Rahasia, di mana pemilih yang memberikan suaranya dipastikan bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan cara apa pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan kerahasiaan yang terjamin.

Selanjutnya, Asas Jujur mengharapkan bahwa setiap penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan Pemilu harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terakhir, Asas Adil menjamin bahwa setiap pemilih dan peserta Pemilu akan diperlakukan secara sama dan bebas dari kecurangan pihak manapun dalam penyelenggaraan Pemilu.

“Jadi KPU, Bawaslu, bersama dengan DKPP, bersama-sama menjadi penyelenggara pemilu, harus berusaha menyelenggarakan Pemilu ini dengan jujur dan adil. Menurut penilaian dari pengamat, dari rakyat, dari dunia internasional. Pemilu berkualitas, pemilu berintegritas menghasilkan lembaga Presiden, Wakil Presiden dan DPR itu legitimasinya kuat, karena dihasilkan dari proses yang jurdil, jujur dan adil,” jelas Prima Sari

Negara dengan menganut sistem demokrasi sebagaimana yang berlaku di Indonesia ini, rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam kekuasaan. Bahkan dengan demokrasi, maka kekuasaan itu sebenarnya justru berada di tangan rakyat. Apa saja yang terkait dengan kekuasaan, maka sebenarnya rakyatlah yang memiliki kewenangan untuk mengaturnya. Akan tetapi, dengan cara apapun, tidak mungkin semua warga negara atau rakyat secara langsung ikut ambil bagian mengaturnya, seperti menyusun undang-undang, menentukan besarnya anggaran, memberikan pengawasan, dan lain sebagainya.

Sebagai jalan keluarnya, agar masyarakat ikut berpartisipasi, maka dibuat sistem atau mekanisme perwakilan. Tidak semua rakyat ikut ambil bagian dalam menyusun undang-undang, menetapkan penganggaran, dan melakukan pengawasan, melainkan cukup lewat partai politik dan orang-orang yang mewakilinya. Adapun siapa yang menjadi wakil rakyat adalah ditetapkan melalui pemilihan umum. Oleh karena itu, seharusnya rakyat memilih orang yang benar-benar telah dikenal dan dipercaya sebagai wakilnya. Memilih orang yang belum dikenal atau tidak dipercaya, tentu adalah sebuah kekeliruan.

Demikian pula, dengan alasan yang dibuat-buat, seseorang yang tidak bersedia memilih wakilnya di parlemen juga salah. Sebab dengan tidak memilih, maka sama artinya dengan tidak mau berpartisipasi dalam menentukan jalannya pemerintahan hingga lima tahun mendatang. Sebagai bagian dari warga negara seharusnya tidak mengambil sikap golput. Para wakil rakyat itu selanjutnya memiliki hak atau wewenang untuk menyusun perundang-undangan, menetapkan anggaran, dan juga pengawasan. Bagi mereka yang dengan sengaja tidak memilih wakilnya, maka hal itu sama artinya dengan tidak ikut berpartisipasi dalam mengatur kehidupan bersama.

Oleh karena itu, agar diketahui dan dikenal, maka sebelum diselenggarakan pemilihan umum, para calon wakil rakyat disediakan waktu untuk berkampanye. Melalui media yang memungkinkan bisa digunakan, para calon wakil rakyat dipersilahkan berusaha mengenalkan diri, mulai dari partai yang mengusung, program-program yang akan diperjuangkan tatkala nanti terpilih, dan seterusnya. Semua para calon wakil rakyat, tentu sudah melewati seleksi dari partai politik masing-masing. Tentu, tidak sembarang orang boleh menjadi calon wakil rakyat. Partai politik telah memilih kadernya yang terpercaya dan memiliki kapabilitas duduk sebagai wakil rakyat.

“Siapapun kader alternatif pilihan yang diajukan oleh partai politik, maka rakyat dengan bebas dipersilahkan memilih atas kreterianya masing-masing. Pilihan itu bersifat bebas, rahasia, dan langsung. Tatkala berada di bilik pemilihan suara, tidak akan ada seorang pun yang tahu siapa yang dipilihnya. Oleh karena itu, tatkala misalnya tersebar isu, bahwa terjadi money politics, serangan fajar, dan lain-lain, sebenarnya para pemilih bisa saja mengabaikan dan tetap memilih sesuai dengan petunjuk hati nuraninya”, kata Prima Sari.

Prima Sari menambahkan dalam pemilihan umum, rakyat dengan leluasa diberi hak memilih wakilnya yang dinilai jujur, adil, dan kapabel dalam memperjuangkan aspirasinya. Tatkala sedang berada di bilik pemilihan itu, para pemilih memiliki kebebasan sepenuhnya. Pada saat di tempat itu, tidak seorang pun yang mampu dan boleh mempengaruhi, kecuali hati nuraninya sendiri. Di luar bilik pemilihan, bisa saja seseorang membujuk, menekan, dan bahkan mengintimidasi, agar memilih partai atau calon tertentu. Akan tetapi, hal itu tidak mungkin dilakukan tatkala sedang mencoblos. Di tempat-tempat itu, rakyat menentukan pilihannya sebebas-bebasnya. Misalnya saja sebelum pemilihan itu, seseorang pemilih dipengaruhi oleh partai politik, atau seorang calon, dan bahkan diberi berbagai macam kebaikan atau hadiah, maka pada saat memilih, kebaikan atau hadiah itu boleh-boleh saja diabaikan. Sebab aspirasi atau suaranya tidak semestinya diganti dengan barang atau harga apapun. Memilih wakil rakyat seharusnya dijatuhkan kepada seseorang yang benar-benar diyakini bisa dipercaya, memiliki kemampuan, dan amanah. Memilih orang yang tidak amanah adalah merupakan kesalahan dan berisiko.

“Ketika semua hal itu sudah dijalankan, yakni memilih wakil yang dianggap terbaik, maka tugas sebagai rakyat telah selesai dan benar. Sebaliknya, manakala pilihan itu hanya atas dasar kebaikan sesaat, pemberian sesuatu misalnya, atau atas dasar transaksi sederhana, maka hubungan pemilih dan yang dipilih hanya berhenti di tempat itu. Wakil rakyat yang dipilih sudah merasa membayar atau memberi sesuatu, sementara itu sebaliknya, rakyat juga sudah menerima kebaikannya. Maka dengan demikian selesailah ceritanya, demokrasi hanya menjadi sekedar permainan’’, lanjutPrima Sari

“Sejak Pemilu Pemilu sebelumnya hingga hari ini selain menghasilkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih juga telah menghasilkan anggota legislatif sesuai pilihan rakyat. Namun persoalannya kuota anggota legislatif perempuan masih belum terpenuhi hingga 30%. Padahal banyak calon politisi perempuan yang berdaya. Perempuan selain soko guru kesejahteraaan keluarga juga memiliki kemampuan dalam berpolitik. Perlu diyakini bahwa ketika perempuan tampil dan berdaya maka Indonesia maju akan tercapai”, pungkas Prima Sari. (wds/drw)

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *