Tari Klana Alus Dasalengkara ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda (WBTb) dari Kota Yogyakarta

Tari Klana Alus Dasalengkara ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda (WBTb) dari Kota Yogyakarta

Yogyakarta, suarapasar.com : Seni pertunjukan Tari Klana Alus Dasalengkara ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda (WBTb) dari Kota Yogyakarta. Penetapan itu ditandai dengan penyerahan sertifikat penetapan warisan budaya takbenda oleh Wakil Gubernur DIY Adipati Paku Alam X kepada Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Sugeng Purwanto, di Gedhong Pracimasono Kepatihan Yogyakarta, Senin (27/5/2024).

 

Pemkot Yogyakarta pun berkomitmen untuk melestarikan Tari Klana Alus Dasalengkara.

 

Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Sugeng Purwanto mengatakan dengan sertifikasi WBTb itu adalah pengkayaan dari budaya adiluhung yang sudah berjalan. Namun mungkin selama ini budaya itu belum terekspos secara masif. Penetapan itu menjadi kesempatan untuk Kota Yogyakarta untuk lebih mengenali dan melestarikan budaya-budaya lokal dan tradisi di masyarakat.

 

“Intinya adalah pelestarian. Supaya warisan budaya takbenda yang ada di masyarakat bisa lestari dan dimunculkan. Ke depan tentunya kami akan secara masif untuk mengawal itu dan syukur nanti warisan budaya takbenda yang berupa kesenian ini bisa menjadi bagian dari pertumbuhan ekonomi di kemantren-kemantren paling tidak penarinya, penabuhnya,” tuturnya.

 

Sementara itu , Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti menjelaskan Tari Klana Alus Dasalengkara sebenarnya sudah tumbuh dan berkembang di dalam Kraton Yogyakarta. Khususnya tahun ini ditetapkan menjadi WBTb dari Kota Yogyakarta.

 

Tari Klana Alus Dasalengkara merupakan tari tunggal putra gaya Yogyakarta diciptakan oleh KRT Condroradono yang dipersembahkan untuk Sri Sultan HB IX pada masa jabatannya 1940-1988. Tari itu  menggambarkan keadaan seorang Raja yang sedang merindukan putri. Tari ini diambil dari tokoh Prabu Dasalengkara dalam wayang wong lakon Abimanyu Palakrama yang sedang jatuh cinta pada Dewi Siti Sendari.

 

Yetty menegaskan penetapan Tari Klana Alus Dasalengkara sebagai Warisan Budaya Takbenda ini bukan sekedar predikat status semata.

 

“Tentunya ini harus tidak hanya sekadar predikat atau atribut yang melekat. Tapi bagaimana ini bisa berlangsung untuk kemudian lestari, artinya harus terpublikasikan. Kemudian dikembangkan untuk bisa dipahami masyarakat sehingga ikut melestarikan juga bagaimana pelaku seni budaya bisa membawakan tarian ini dengan lebih baik,” tandas Yetti.

 

Menurut Yetty, sampai saat ini total ada 18 karya budaya dari Kota Yogyakarta yang ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda.

 

“Tidak hanya seni pertunjukan tapi juga kuliner, kerajinan  seperti perak dan adat istiadat,” pungkasnya.

 

Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X menilai warisan budaya takbenda memiliki makna sejarah yang tinggi dan penuh nilai spiritual. Masyarakat juga berperan penting untuk turut serta dalam pelestarian melalui keterlibatan mereka dalam menentukan nilai penting suatu warisan budaya maupun pengambilan keputusan untuk pemanfaatannya.

 

“Semoga dengan adanya sertifikat penetapan warisan budaya takbenda dapat memotivasi kita semua dengan menindaklanjuti dengan aksi-aksi nyata sebagai bentuk tanggung jawab dalam melestarikan dan memajukan kebudayaan Indonesia,” kata Paku Alam X.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *