Usia 35 Tahun Ke Atas di Indonesia Didominasi Perempuan, Hindari Jebakan Pendapatan Menengah
Kulon Progo, suarapasar.com : Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menyebut angka harapan hidup kaum perempuan di Indonesia lebih tinggi dari pada laki-laki. Ini berarti kaum perempuan lebih panjang umurnya.
Dari data BKKBN, secara demografi usia 35 tahun ke atas didominasi oleh perempuan.
Komposisi demografi demikian mengharuskan Indonesia harus menghindari jebakan pendapatan menengah atau middle income trap.
“Pada tahun 2035 nanti, kita sudah aging population, saat ini di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat sekitar 16 persen usia tua, banyak sekali janda-janda tua fakir miskin, semakin banyak nanti akan sangat sulit menurunkan angka tingkat kemiskinan. Karena umumnya pendidikannya rendah, penghasilannya rendah, tidak punya tabungan. Karena itu harus dihindari middle income trap,” kata Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam Forum Dialog Penanganan Kemiskinan Ekstrem dan Stunting melalui Penguatan Ketahanan Ekonomi di Kulon Progo, Rabu (11/10/2023).
Hasto menjelaskan middle income trap merupakan suatu perekonomian yang mengalami penurunan dinamis yang tajam setelah berhasil bertransisi dari status berpenghasilan rendah ke menengah.
Dalam dialog itu, Dokter Hasto juga memaparkan mengenai pilar RAN Pasti atau Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting.
“Oleh karena itu, RAN Pasti ada 5 pilar, pertama adalah komitmen, bagaimana pemerintah daerah komitmen dalam menurunkan stuting. Kedua, massive information system yaitu edukasi tentang stunting. Ketiga konvergensi, segala urusan yang terkait bantuan kepada masyarakat, data dan inovasi, kemudian evaluasi,” jelas Dokter Hasto.
Hasto menilai perlu ada lapangan kerja yang ditujukan untuk menyerap golongan rentan.
“kalau bisa semua yang punya usaha atau kegiatan untuk masyarakat ya disasarkan pada keluarga dengan risiko tinggi stunting,” katanya.
Hasto melanjutkan pilar ke empat adalah ketersediaan pangan. Menurutnya, sebetulnya di Kulon Progo itu panganan tidak kurang, tidak krisis pangan. Kulon Progo mempunyai kedaulatan pangan, tetapi pola makan kita yang kadang karbohidrat semua.
“Inilah yang perlu dikoreksi bersama, harus protein hewani,” tandasnya.
Dokter Hasto menekankan bahwa ketahanan pangan saja tidak cukup, melainkan harus kedaulatan pangan. Semua bisa berdiri di atas kaki sendiri, bisa panen sendiri. Seperti program bela beli Kulon Progo.
“Madhep mantep mangan pangane dewe, madep mantep ngombe banyune dewe, madep mantep nganggo klambine dewe,” ucap Hasto mantap.
Semboyan tersebut memiliki arti menggunakan atau mengonsumsi produk makanan, minuman, dan pakaian yang dihasilkan sendiri.
Untuk pilar terakhir adalah data dan inovasi, kemudian evaluasi.
“Insya Allah nanti Kulon Progo akan survei sendiri dengan BPS, Perguruan Tinggi, sampelnya lebih banyak. Mudah-mudahan stuntingnya di akhir 2023 ini turun menjadi 15 persen, akhir 2024 di bawah 10 persen,” ujar Dokter Hasto.
Mewakili Deputi bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK, Nur Budi Handayani juga berbicara mengenai penanganan kemiskinan ekstrem.
“Poverty trap yaitu keluarga miskin yang melahirkan keluarga miskin akhirnya terjebak dan melahirkan anak stunting,” ujar Nur.
Dirinya menyebutkan strategi penghapusan kemiskinan ekstrem yaitu pengurangan beban, peningkatan pendapatan, dan kantong kemiskinan.
“Kita sering lupa bahwa keluarga kecil yang baru menikah yang masih berada di keluarga miskin tidak tersentuh bantuan. Mereka kita rangkul dengan diberdayakan diberikan modal, sehingga mereka menjadi orang yang berdaya dan mandiri,” ucapnya.
Sementara itu, Penjabat Bupati Kulon Progo Ni Made Dwipanti Indrayanti berharap menggeliatnya ekonomi masyarakat di Kulon Progo, dapat meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat sehingga angka kemiskinan bisa menurun.
“Sebagai usaha meningkatkan ekonomi masyarakat dan mengentaskan kemiskinan, kami bekerjasama dengan 10 universitas untuk melakukan pendampingan di 10 kalurahan. Mudah mudahan ini menjadi solusi, usaha kita tidak hanya melihat angka tapi dukungan dari semua pihak termasuk masyarakat untuk memajukan Kulon Progo,” harapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Budayawan, Butet Kartaradjasa menyebutkan pentingnya pengamalan Pancasila.
Menurutnya, nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah gotong-royong dari seluruh masyarakat dapat mencegah stunting karena saling membantu dengan sesamanya.
“Apabila orang mengamalkan Pancasila, maka tidak akan terjadi stunting,” tegasnya.